Merasa tertarik saat liat tayangan berita di televisi tentang Anak Gimbal. Ini bukan trend ataupun iseng-iseng gaya untuk ngikutin anak-anak reggae. Anak gimbal disini, adalah salah satu tradisi dari dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Dan bisa dikatakan, Dieng itu salah satu tempat tersakral di Jawa. Masyarakat setempat masih memegang teguh tradisi nenek moyang nya. Nah, salah satunya yaitu Anak Gimbal ini. Dari cerita rakyat setempat menyebutkan bahwa si anak gimbal ini adalah titipan dari Nyi Roro Kidul atau yang dikenal dengan Ratu pantai selatan. Dan sementara, ada juga yang menyebutkan mereka adalah titisan Ki Ageng Kolo Dete dan Nini Ronce Kolo Prenye (sepasang leluhur pendiri perkampungan Dieng).
Uniknya, fenomena
anak berambut gimbal di Dieng ini bukan disebabkan faktor genetik atau
turun-temurun. Mereka terlahir dengan normal dan engga ada yang bisa
memprediksi kapan dan anak siapa yang dapat anugerah itu. tapi, mereka punya
kesamaan. Sebelum rambut terpilin engga terurus, anak gimbal menderita demam
tinggi disertai kejang dan mengigau. Dan horornya, dari sisi medis fenomena ini
sulit untuk dijelaskan.
Keseharian dari anak-anak gimbal ini tak jauh beda sama anak-anak normal lainnya. Namun, mereka cenderung lebih aktif, agak nakal dan keras kepala. Mereka juga suka menyendiri. Dan kepercayaaan setempat meyakini, jika si anak gimbal sedang bercengkrama dengan mahkluk gaib yang menyertainya. Masyarakat setempat tidak
berani melanggar pantangan-pantangan yang menyangkut mitos anak gembel ini, seperti
memotong rambut gimbal itu sebelum si anak meminta untuk dipotong.
Ada juga
permintaan dari si anak yang harus dipenuhi, tidak boleh kurang atau lebih. Kadang nih, si anak bisa minta apa saja. Kalau permintaan si anak
tidak dikabulkan maka si anak akan kembali sakit dan rambut gimbalnya kembali
tumbuh.
Tapi, jangan berpikir kalau anak gimbal ini akan bersama-sama terus dengan rambut gimbal nya sampai akhir hayat. Ada ritual pemotongan nya, yang disebut ruwatan gembel. Sebelum
upacara pemotongan rambut, biasanya dilakukan ritual doa di beberapa tempat, tujuannya agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat nya adalah Candi Dwarawati,
komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatot Kaca, Telaga Balai
Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan Mandalasari (gua di
Telaga Warna), Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng. Kemudian, malam harinya akan
dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka yang dibawa saat
kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur.
Keesokan
harinya baru dilakukan kirab ke tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari
rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco atau
Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal
para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok paguyuban seni
tradisional, serta masyarakat.
Setelah
kirab dilakukan pemandian, di sumur Sendang Sedayu atau
Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat
memasuki sumur Sendang Sedayu tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung
Robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai,
anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran.
Saat melakukan pencukuran, dipersembahkan sesajian, kepala ayam, kambing etawa, tempe gembus, marmut dan hasil bumi lainnya. Pencukuran rambut gimbal
ini dilakukan tokoh masyarakat didampingi pemandu dan pemangku adat.
Kemudian, upacara akan
dilakukan menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal.
Para abdi upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke
Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di
Samudera Hindia.
Pelarungan potongan rambut
gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang
dibawa si anak kepada para dewa. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini
ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari
tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun datang.
source: indonesia travel
google
source: indonesia travel